ALT_IMG

SUFI AL-HALLAJ

Husain ibn Mansur al-Hallaj barangkali adalah syekh sufi abad ke-9 dan ke-10 yang paling terkenal. Ia terkenal karena berkata: "Akulah Kebenaran", ucapan mana yang membuatnya dieksekusi secara brutal. Bagi para ulama ortodok, kematian ini dijustifikasi dengan alasan bid'ah, sebab Islam eksoteris tidak menerima pandangan bahwa seorang manusia bisa bersatu dengan Allah dan karena Kebenaran (Al-Haqq) Readmore...

ALT_IMG

Apa Itu Alam Jabarut

Alam Jabarut merupakan kelanjutan dari alam Malakut. Kedua alam ini sama-sama di dalam alam gaib mutlak. Namun, alam Jabarut berada di atas lagi. Tidak semua penghuni alam Malakut dapat mengakses alam tersebut. Hal ini membuktikan, sesama penghuni alam Malakut tidak memiliki kapasitas yang sama di mata Allah SWT.... Readmore..

Alt img

Alam Malakut

Tingkatan-tingkatan alam dalam dunia tasawuf yaitu alam mulk, Miotsal atau hayal, dan alam barzakh, yang keseluruhannya ternyata akrab dengan manusia. Sementara alam malakut yang lebih di kenal dengan alamnya para malaikat dan jin, merupakan suatu alam yang tingkat kedekatannya dengan alam puncak lebih utama dari pada alam—alam sebelumnya. Readmore...

ALT_IMG

Alam Mitsal

“Seandainya bukan karena setan menyelimuti jiwa anak cucu Adam, niscaya mereka menyaksikan malaikat di langit.” (HR Ahmad). (*Dalam redaksi yang lain “Seandainya setan-setan itu tidak mengelilingi qolbu anak Adam, niscaya mereka dapat memandang ke alam malakut langit). Suatu ketika, Nabi Muhammad SAW bersama Abu Bakar melewati sebuah pemakaman. Tiba-tiba, Nabi tersentak Readmore...

ALT_IMG

Cahaya Yakin

Sebagaimana dimaklumi, bahwa bersahabat dengan orang-orang baik dalam agama di mana kita dapat menjadi orang baik pula, karena persahabatan itu berarti pada hakikatnya kita bersahabat dengan Allah s.w.t. Demikian pula melihat Wali Allah, pada hakikatnya kita melihat Allah, sebab Wali-waliNya itu tidak ada sesuatu dalam hati mereka Readmore...

Senin, 28 Juli 2014

Dua Langkah Saja ! Anda Sampai

0 komentar



Syekh Abdul Qodir Jailani
10 Ramadhan, tahun 545 H. di Madrasahnya
“Hai orang yang mendustai agama! Anda bermain-main dan merusak? Tidak! Tidak ada kemuliaan bagi dirimu hai para perusak, anda telah membiarkan nafsumu untuk bicara pada manusia tanpa keahlian dalam dirimu”

DUA langkah, anda telah sampai (wushul). Satu langkah meninggalkan dunia dan satu langkah meninggal kan akhirat. Satu langkah meninggalkan nafsumu dan satu langkah meninggalkan makhluk. Tinggalkan nuansa lahiriyah, anda akan sampai di wilayah bathiniyah. Permulaan, kemudian akhir. Kokohkan dirimu dan sempurnakan di hadapan Allah Azza wa-Jalla. Darimulah permulaan, dari Allahlah akhir tujuan. Raihlah kepahitan dan kepayahan, duduklah pada pintu amal hingga apa yang anda cari sangat dekat dengan yang diamalkan.
Jangan hanya duduk-duduk di atas tempat tidurmu, dengan selimutmu, dan dibalik pintumu yang tertutup, lalu anda mencari amal dan yang anda amalkan? Perhatikan hatimu dengan dzikir, dan mengingatNya di hari ketika dibangkitkan. Tafakkurlah untuk merenungi pelajaran di balik alam kubur. Renungkanlah bagaimana Allah azza wa-Jalla menggelar semua makhlukNya dan membangkitkan mereka di hadapanNya.
Bila anda terus merenungi itu, akan sirna kekerasan hatimu, bersih dari kotorannya. Bila sebuah bangunan ditegakkan di atas  fondasi, akan kokoh dan kuat. Bila tidak ada fondasinya akan cepat runtuhnya. Bila anda teguh di atas aturan hukum yang pasti dan jelas, tak satu pun makhluk akan menggerogotinya. Namun jika tidak ditegakkan di atas fondasi itu, kondisinya akan tidak kokoh, dan anda tidak akan meraih maqom ruhani, hingga qalbu para auliya’ shiddiqun marah pada anda, dan  tidak ingin memandang anda.
Hai orang yang mendustai agama! Anda bermain-main dan merusak? Tidak! Tidak ada kemuliaan bagi dirimu hai para perusak, anda telah membiarkan nafsumu untuk bicara pada manusia tanpa keahlian dalam dirimu. Padahal bicara itu hanya diperkenankan pada beberapa individu makhluk kaum sholihin, jika tidak mereka hanya membisu, hanya berisyarat, bukan bicara.
Diantara mereka ada yang diperintahkan untuk bicara pada sesama makhluk dengan tegas, dan setelah bicara, informasi menjadi jelas dan terang pada hatimu dan menjernihkan batinmu.
Itulah sebabnya Amirul Mu’minin Sayyidina Ali Karromallahu Wajhah ra,  mengatakan, ”Jika saja tirai dibuka, rasa yakinku pun tidak akan bertambah.” Bahkan beliau juga berucap,
”Aku tidak akan menyembah Tuhan yang tidak aku lihat.”
”Hatiku memperlihatkan padaku akan Tuhanku.”
Wahai orang-orang yang bodoh, bergaullah dengan para Ulama’, berbaktilah pada mereka danbelajarlah dari mereka. Karena ilmu itu diraih dari lisan para tokoh Ulama. Karena itu bermajlislah dengan mereka dengan adab yang bagus, tidak kontra dengan pandangannya, meraih manfaat dari mereka, agar kalian meraih ilmu pengetahuan, meraih barokah dan sariguna dapat kalian cerap.
Bermajlislah dengan para ’arifin dengan diam.  Bermajlislah dengan ahli zuhud dengan penuh cinta. Para ‘arif setiap saat lebih dekat dengan Allah Azza wa-Jalla, dibanding saat-saat sebelumnya, dengan terus menerus memperbaharui khusyu’nya  dan rasa hinanya di hadapan Tuhannya Azza wa-Jalla. Ia khusyu’ dengan penuh hadirnya qalbu bukan dengan ghaibnya qalbu di hadapanNya.
Tambahnya khusyu’ menurut kadar kedekatannya dengan Allah Azza wa-Jalla. Dan semakin kuat membisunya ketika musyahadah kepadaNya Azza wa-Jalla, karena siapa yang ma’rifat kepadaNya, lisan, watak, nafsu, hawa nafsu dan kebiasaannya serta wujudnya terbungkam. Sedangkan lisan qalbunya, rahasia batinnya, kondisi ruhani dan maqomnya serta anugerah yang diterimanya, senantiasa bicara karena nikmat-nikmat yang melimpah dariNya.
Karena itu mereka bermajlis dengan diam, agar meraih manfaat dari para ‘arifun, dan meraih minuman jiwa yang memancar dari hati para ‘arifun. Siapa yang banyak bermajlis dengan para ‘arifin billah, dirinya akan hina dina di hadapan Tuhannya Azza wa-Jalla. Lalu dikatakan, ”Siapa yang mengenal dirinya ia mengenal Tuhannya.” Karena diri adalah hijab antara dirinya dengan Tuhannya.
Siapa yang mengenal dirinya akan rendah hati di hadapan Allah Azza wa-Jalla di hadapan makhlukNya. Bila ia mengenal dirinya ia akan terus waspada, dan sibuk  dengan syukur kepada Allah Azza wa-Jalla atas pengenal terhadap dirinya itu. Dan ia pun tahu bahwa tidak akan mengenal dirinya kecuali Allah Azza wa-Jalla hendak memberikan kebaikan dunia akhirat.
Lahiriyahnya bersyukur kepada Allah Azza wa-Jalla, batinnya selalu memujiNya. Lahiriyahnya berpisah denganNya, batinnya berpadu denganNya. Kegembiraannya ada pada batinnya, sedangkan kesedihannya hanya pada lahiriyahnya belaka, demi menutupi kegembiraan kondisi ruhaninya.
Orang yang ‘arif Billah berbeda dengan umumnya orang beriman. Susah yang dalam hatinya, wajahnya berseri. Ia tahu, dan terus berada di hadapan pintuNya, namun tidak tahu apakah ia diterima atau ditolak. Apakah pintu akan dibuka baginya atau ditutup selamanya.
Orang yang mengenal dirinya akan berbeda pula dengan orang beriman biasa dalam berbagai situasi.  Orang beriman biasa adalah sang pemilik kondisi yang terus berubah, sedangkan sang arif adalah pemangku maqom yang tetap kokoh. Orang beriman umumnya, sangat takut jika kondisi ruhaninya berubah dan imannya hilang. Gelisahnya akan terus ada selamanya. Kegembiraannya terus memancar di wajahnya disertai rasa gelisahnya. Bicaranya riang gembira di hadapanmu, hatinya terasa putus oleh kegelisahannya.
Sedangkan sang arif kegelisahannya ada di wajahnya, karena ia harus bertemu dengan sesama untuk memberi peringatan, memberikan ketegasan dan perintah, melarang yang dilarang, sebagai pengganti Rasul Saw. Kaum Sufi itu mengamalkan apa yang didengar, lalu amalnya mendekatkan kepada Allah Azza wa-Jalla, beramal hanya bagi Allah Azza wa-Jalla yang mereka dengar dari nasehatNya secara langsung tanpa perantara melalui hati mereka. Itupun ketika mereka sedang tidak lelap dan tidur menurut makhluk, namun senantiasa terjaga dengan Sang Khaliq.
Bila hatimu benar, engkau  selamanya sirna dari makhluk, dan tidur dari pandangan mereka, namun terus hadir dan terjaga dengan Sang Khaliq. Hendaknya anda dal;am keramaian senantiasa sunyi denganNya, sehingga limpahan anugerah Allah Azza wa-Jalla terus mengalir, hikmahnya terus melimpah. Hendaknya anda menjaga rahasia batin, karena rahasia batin akan mendekte hatimu, lalu hatimu mendekte nafsu yang muthmainnah, dan nafsu itu tadi mendekte lisan. Lisan mendekte sesama makhluk.
Siapa yang berbicara pada publik, hendaknya  dengan kondisi seperti itu. Jika tidak, janganlah bicara. Kegilaan kaum sufi adalah meninggalkan watak kebiasaan manusiawinya, dan tindakan-tindakan hawa nafsunya, memejamkan diri dari kesenangan-kesenangan dan kenikmatan. Mereka bukan gila seperti umumnya orang gila yang tidak waras akalnya.
Hasan al-Bashry ra, mengatakan, ”Bila kalian melihat mereka, kalian pasti berkata, ”Hai orang-orang gila!”. Namun bila mereka melihatmu, mereka balik mengatakan, ”Orang-orang ini tidak pada beriman kepada Allah Azza wa-Jalla sekejap pun.”
Khalwatmu tidak benar, karena khalwat adalah gambaran dari pengosongan qalbu dari segalanya. Batinmu kosong, sendiri tanpa dunia, tanpa akhirat dan tanpa apa pun selain Allah azza wa-Jalla secara total.
Itulah keseriusan para pendahulu seperti para Nabi dan Rasul, para Auliya’ dan kaum sholihin. Amar ma’ruf nahi mungkar lebih aku sukai ketimbang seribu ahli ibadah yang berdiam di kamar sunyinya, namun masih melihat nafsunya.
Karena itu pejamkan nafsu, tekan dan lem, sampai pandangannya tidak menjadi penyebab kehancurannya, kecuali ia sabar mengikuti perintah hatinya dan rahasia batinnya. Diantara bagian dari mengikuti jejak batin dan hatinya, adalah tidak keluar dari konsisten hati dan batin, sehingga dirinya benar-benar menyatu dengan hatinya, sampai perintah keduanya (hati dan sirr), menghindari larangan keduanya, dan pilihannya.
Disinilah anda baru meraih nafsu yang muthmainnah, lalu berserasi untuk satu tujuan dan satu pencarian. Bila nafsu sampai disitu, maka meraih kemudahan dalam memerangi nafsunya.
Karena itu jangan membantah Allah Azza wa-Jalla atas apa pun yang ditakdirkan padamu, dan apa yang ditakdirkan pada orang lain. Lihatlah firman Allah azza wa-Jalla:
”Allah tidak ditanya apa yang Dia lakukan, tetapi merekalah yang ditanya (dimintai pertanggungjawaban) apa yang dilakukan.” (Al-Anbiya’: 23)
Mana bukti anda mengikuti perintah Allah azza wa-Jalla, bila adabmu tidak baik? Bisa-bisa anda keluar dari dunia ini dalam keadaan hina. Perbaikilah adabmu dan berselaraslah dengan adab itu, maka anda akan duduk mulia.
Sang pecinta Allah Azza wa-Jalla adalah tamunya Allah azza wa-Jalla. Si tamu tidak punya pilihan terhadap sang pemilik rumah dalam hal makanan dan minuman, serta pakaian, dan seluruh tingkah lakunya. Sebagai tamu haruslah bersesuai dengan pemilik rumah, sabar dan ridho. Tidak mengapa jika harus dikatakan, ”Bergembiralah atas apa yang kau lihat dan engkau temui.” Siapa yang mengenal mengenal Allah Azza wa-Jalla, dunia dan akhirat sirna, dan apa pun selain Allah Azza wa-Jalla sirna dari hatinya.
Sudah seharusnya ucapanmu hanya bagi Allah azza wa-Jalla, jika tidak bisu lebih baik bagimu. Hendaknya hidupmu untuk patuh kepada Allah Azza wa-Jalla. Jika tidak? Lebih baik kamu mati saja.
Ya Allah hidupkanlah kami dalam kepatuhan padaMu dan hamparkan kami bersama hamba-hambaMu yang taat. Amiin.(bersambung....)

 http://sufinews.com/index.php/Pengajian/dua-langkah-saja-anda-sampai.sufi
Continue reading →
Rabu, 12 Maret 2014

Selalu Berdzikir

0 komentar

Ketika merasa sunyi BERDZIKIRLAH.
Karena Allah Ta`ala Maha Mendengar.

Ketika merasa gembira BERSYUKURLAH.
Karena Allah Ta`ala Maha Memberi.

Ketika marah BERISTIGHFARLAH.
Karena Allah Ta`ala Maha Pemaaf.

Ketika merasa sedih BERSUJUDLAH.
Karena Allah Ta`ala Maha Pengasih.

Terkadang Allah Ta`ala memberi apa yang kita perlu bukan apa yang kita mau karena Allah Ta`ala Maha Tahu apa yang terbaik.

Allah Ta`ala itu Maha Adil juga Maha Penyayang. Segala yang berlaku akan ada hikmahnya.

Latih hati untuk PERPRASANGKA BAIK terhadap Allah Ta`ala.

Latih hati untuk BERGANTUNG KEPADA Allah Ta`ala bukan kepada manusia.

Latih hati untuk BERSYUKUR KEPADA Allah Ta`ala Insya Allah kita bahagia.

Latih hati untuk MEMINTA MAAF dan MEMAAFKAN Insya Allah keresahan sirna.

Ya Allah,
Jadikan hati kami selalu bersyukur atas nikmat-Mu
Dengan berbagai rangkaian kenikmatan yang kami rasakan

Ya Allah,
Jadikan hati kami selalu dekat kepada-Mu
Dengan berbagai rangkaian musibah dan cobaan yang datang silih berganti di kehidupan kami

Ya Allah,
Berikan kami solusi untuk melanjutkan hidup
Berikan kami hidayah agar kami terus berada di jalan-Mu
Dan berikan kami pertolongan di setiap kesulitan yang datang kepada kami

Ya Allah,
Ampuni kami, Rahmati kami, dan Sayangilah kami
Sesunngguhnya tiada berguna hidup kami kalaulah Engkau menjauh dari kami

Aamiin...

Continue reading →
Jumat, 07 Maret 2014

Dzikir Qolbi Mengantar Kepada Allah

0 komentar

Syaikh Muhammad Amin Al-Kurdi

Dalam kitab Tanwirul Qulub, Syaikh Muhammad
Amin Al-Kurdi, pengarangnya, memberikan sejumlah
petunjuk tentang cara melakukan dzikr qalbi.

Perkembangan tasawuf meng-alami pasang surut hing-ga sekarang. Pada akhir abad ke-19, ketika tasawuf mengalami masa surut, di dunia sufi masih muncul seorang tokoh sufi yang cemerlang. Yaitu Syaikh Muhammad Amin Al-Kurdi An-Naqsyabandi dari Irbil, Irak. Pencantuman Al-Naqsyabandi pada namanya merupakan pertanda bahwa ia pengikut Tarekat Naqsyabandiyah, sekaligus keturunan pendiri langsung terekat Syalh An-Naqsyabandi Baha'uddin Muhammad bin Muhammad Al- Uwaisy Al-Bukhari.
Syaikh Muhammad Amin menyebut-nyebut bahwa jalur spiritualnya adalah seorang alim dari India, yaitu Ahmad Al-Faruqi As-Sirhindi, yang mendapat gelar Mujadiddul Fathani, dan putranya, yaitu Muhammad Ma'shum, hingga ke atas ke-pada Syaikh Naqsyabandi, Salman Al-Farisi (sahabat Nabi SAW), Abu Bakar, sampai kepada Nabi, Jibrii, dan terakhir Allah SWT.
Para pengikut dan orang zaman sekarang mengenal dirinya dari karyanya yang berjudul Tanwirul Qulub, yang di-sunting, dengan disertai biografi, oieh penggantinya, Syaikh Salama Al-Azzami dari Al-Azhar (edisi keenam, Kairo, 1348 H/1929 M).

Dalam buku itu, sang penulis biografi menuturkan berbagai kisah karamah dari sang guru. Seperti, saat sang guru, Syaikh Muhammad Amin Al-Kurdi, makan bersa-mamurid-muridnya, meski dengan sedikit roti, anehnya makanan itu memadai bagi mereka semua. Bahkan roti itu masih tersisa.

Dalam kisah lain diceritakan, seorang pesaing Syaikh Muhammad Amin Al-Kurdi, yang diangkat sebagai imam masjid tertentu, jatuh terkulai pada malam pengangkatan, dan tidak pernah sembuh. Sementara Syaikh dikenal sebagai orang yang mampu menyembuh penyakit-penyakit yang divonis dokter tidak bisa disembuhkan.

Pernah, kala Syaikh Muhammad Amin Al-Kurdi berada di Kairo, Mesir, para pengikutnya di Makkah melihat sosok (ruh)-nya. la sering meramalkan dengan tepat kejadian-kejadian yang akan datang. Selama hari-hari terakhir dalam hi-dupnya, ia tak pernah terlihat tanpa selubung hangat cahaya gemerlapan yang menyilaukan bagi yang memandangnya.
Tanwirul Qulub diawali dengan se-buah tinjauan tentang asas-asas theologi dan yurisprudensi Islam. Sebuah buku tasawuf klasik yang memang harus ada, untuk menangkis tuduhan pada uraian tasawuf yang menyimpang dari risalah syariat. Bagian ketiga, halaman 404-565, tentang tasawuf, agak global dan banyak mengutip para pendahulunya.
Salah satu bagian kitab Tanwirul Qulub yang dipandang unik oleh peneliti sufi dari Inggris, A.J. Arberry, dalam buku Pasang-Surut Aliran Tasawuf, adalah bahwa di dalamnya pengarang memberikan sejumlah petunjuk tentang cara melakukan dzikr qalbi (zikir hati).

Dzikir ini dibagi menjadi dua bagian. Pertama, dzikir dengan nama Allah; ke-dua, dengan LA ILAHA ILLALLAH puncaknya ILLALLAH. Keseluruhan ini merupakan bagian pertama pengakuan keimanan seorang muslim, syahadat: La ilaha Wallah (Tidak ada Tuhan selain Allah).

Sebelas Persiapan
Dzikir Qolbi Ini terdiri dari sebelas praktek persiap¬an (adab). Yakni,
satu, berwudhu.
Dua shalat dua rakaat.
Tiga, menghadap kiblat (Makkah) di tempat sunyi.
Empat, duduk dengan kaki terlipat, seperti kala shalat.
Lima, meminta pengampunan bagi segala dosa sambil menggambarkan semua perbuatan keji seakan-akan semua itu ber-ada di hadapan kita, dan dilihat oleh Allah
Enam, membaca surah Al-Fatihah se-kali dan Al-lkhlash tiga kali, dan dihadiahkan kepada ruh Muhammad dan ruh-ruh semua guru Naqsyabandi.
Tujuh, memejamkan kedua mata Mulut tertutup rapat, lidah ditekan ke la-ngit-langit mulut, untuk menyempurna-kan sikap tawadhu', dan mengusir semua gangguan yang datang.
Delapan, melakukan "praktek kubur" yaitu berkhayal seolah-olah telah mati' telah dimandikan, terbungkus kain kafan, dan dibaringkan di dasar liang lahat, dan para pengantar telah beranjak, sedang ia sendirian menghadapi "pengadilan", yaitu prosesi "pertanyaan dan siksa kubur".
Sembilan, melakukan "praktek tuntunan" (tawasul). Bila hati si taubat (taib) menghadap hati gurunya, dengan mem-bayangkannya walau dia telah tiada, dan mengharapkan berkat sang guru, se-olah-olah hati ini luruh (fana) ke dalam dirinya.
Sepuluh, memusatkan segenap indra jasmani, membuang dorongan hati yang cenderung melawan, dan mengarahkan segenap persepsi kepada Allah. "Ya Allah, Engkaulah Tamuku, dan keridhaan-Mu-lah yang kudambakan." Lalu mencamkan nama Allah dalam hati, dengan memba-yangkan bahwa Allah hadir dan meng-awasi kita (gejala pertama batiniah).
Sebelas, memejamkan mata, me-nunggu "kunjungan" (warid, yakni gejala kedua batiniah) dzikir, yang berlangsung sejenak sebelum membuka mata.

Syaikh Muhammad Amin Al-Kurdi menyertakan sebuah gambaran ringkas tentang simbol-simbol di dalam tubuh.
Qalb bentuknya mirip pohon cemara. Berada di bawah kaki (yaitu, kendali agama") Adam, berwarna kuning.
Ruh (ruh, jiwa), berada di bawah kaki Nuh dan Ibrahim, wamanya merah.
Sirr (kata hati, nurani), berada di bawah telapak kaki Musa, dan berwarna putih.
Khafi (lubuk tersembunyi), berada di oawah telapak kaki Isa, dan berwarna hitam.
Akhfah (lubuk paling dalam), berada ? Tengah-tengah dada, di bawah telapak kaki Muhammad, dan berwarna hijau.
Setelah menerangkan hal ini, Syaikh Muhammad Amin memberi petunjuk pentang cara menafakuri dzikr LAA ILAAHA ILLALLAH

Teserap Tarikan Hakikat Ilahi
Usahakan agar lidah menekan kuat-kuat langit-langit mulut. Setelah menatik nafas yang dalam tahanlah, mulailah dengan kata LA, seakan akan kita memasuki dari bawah pusar. Biarkan ia merasuk kesepanjang organ-organ yang telah disebutkan diatas, dan terakhir angkatlah ia menuju “jiwa rasional” 9an-nafsul an natiqah) yang ebrada dibelahan pertama otak .
Ikutilah hal ini dengan membentuk huruf Hamzah dari Ilaha (dalam khayalan) dari otak, lalu biarkanlah turun hingga berakhir pada tulang belikat kanan, allu tarik ke bawah menuju ruh. Lantas bayangkanlah bahwa kita seolah-olah sedang emngambil huruf hamzah dari kata ILLALLAH dari tulang belikat.
Biarkanlah ia meliuncur kebawah sepanjang tepi dari tengah dada dan berakhir di latifah qolb. Yang terbayang di Qolb adalah Denyutan kalimat keagungan, dengan segenap tekanan nafas pada ulu hati hingga panas terasa disekujur tubuh. Panas ini akan membakar butiran-butiran yang baik akan tersinari oleh cahaya keagungan.
Proses ini harus diulang-ulang sebanyak dua puluh satu kali secara sadar dengan emmperhatikan dan merenungkan kalimat yang ditafakuri.
Dipenghujung penyerahannya akan mengalami rahasia dari zikir qolbi. Disini dia akan kehilangan kesadarannya sebagai seorang manusia dan sebagai ciptaan dan akan terserap oleh tarikan hakikat ilahi.

Demikian sekilas Dzikkir qolb yang dituliskan oleh syeikh Muhammad Amin Kurdi didalam kitab Tanwirul Qulub.

Sumber: Al Kisah

Continue reading →
Jumat, 28 Februari 2014

Habib M Lutfi Bin Yahya: Muslim Bertarekat dan tidak Bertarekat

0 komentar

Bismillahirrohmanirrohiim

Tanya Jawab dengan al-Habib KH.M Lutfi Bin Yahya,- Al Kisah

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Habib Muhammad Luthfi bin Yahya yang terhormat. Saya ingin mengajukan pertanyaan penting yang berhubungan dengan masalah kemurniaan dan kesempurnaan iman.
Pertama, apakah, di dalam mendalami masalah keimanan, setiap muslim lebih baik menjadi jamaah tarekat? Kedua, apakah dengan cara menjadi anggota jamaah tarekat di bawah bimbingan mursyidnya, seseorang dapat lebih tenang dan mantap dalam mengamalkan tuntunan agama Islam, karena dianggap merujuk pada ajaran Nabi Muham¬mad (saw) melalui bimbingan mursyid tersebut? Bagaimana dengan para ulama atau ustad yang mengajarkan Islam tanpa menjadi anggota jamaah tarekat? Demikian pertanyaan dari saya, semoga menjadi manfaat. Amin ya Robbal Alamin.
Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh.

Jawaban:
Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh.
Tentang keimanan seseorang sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur'an,
"Katakanlah, jika kamu mencintai Allah..." (Ali Imran: 31).

Ketika ayat ini turun, seorang sahabat bertanya kepada Baginda Nabi Muhammad (saw), "Matta akunu mu'mman shadiqan?" atau "Bilamanakah aku menjadi mukmin yang sesungguhnya?" Dijawab oleh Baginda Nabi (saw), "Idza ahbabtallah" atau "Apabila engkau mencintai Allah"
Seianjutnya sahabat itu bertanya lagi, dan dijawab oleh Rasulullah (saw),"Orang itu mencintai Rasul-Nya. Berikutnya mengikuti sunnah-sunnahnya, dan mencintai orang yang dicintai Allah dan Rasul-Nya"
Dan akhirnya, Nabi Muhammad (saw) bersabda lagi
"Wayatawaffatuna fil- Imani qadrl tawannutihim fi mahabati,"
atau "Dan keimanan mereka bertingkat-tingkat menurut tingkatan kecintaan kepada Allah." Itu diucapkan sampai tiga kali oleh Rasulullah (saw).

Hadit itu melanjutkan bahwa kadar bobot iman seseorang, tergantung pada kecintaannya kepada Nabi Muhammad (saw). Sebaliknya kadar kekafiran seseorang juga tergantung pada kebenciannya kepada beliau (saw). Kalau kecintaannya kepada Rasulullah (saw) bertambah, keimanannya kepada Allah (Swt) pun akan bertambah. bertambah dalam arti bersinar, bercahaya, dan semakin menerangi hidupnya. Maka, apabila kita melihat ayat,
«Katakanlah: Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihl dan mengampunlmu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang"
(All Imran: 31).

Lalu bagaimanakah cara mencintai Allah dan apa yang terkandung di dalam makna mencintai tersebut? Jawabanya; di antaranya bahwa Allah dan Rasul-Nya jelas tidak bias dipisah-pisahkan. Kalau seseorang mencintai Allah, pasti dan harus mencintai Nabi-Nya. Dan tentu saja, dia akan menjalankan sunnah serta mencintai orang yang dicintai Rasul-Nya. Di sinilah pengertian tarekat yang sebenarnya, yakni untuk membimbing orang itu mencapai keimanan sempurna.

Keimanan terbentuk secara terbimbing. Di situlah peran para mursyid, sehingga tingkatan tauhid kita, makrifat kita,tidak salah dan tidak sembarangan menempatkan diri, sebab ada bimbingan dari mursyid tersebut Bagaimana orang yang tidak bertarekat? Saya jelaskan dulu, syaratnya bertarekat itu harus tahu syariat dulu. Artinya, kewajiban-kewajiban yang harus dimengerti oleh individu sudah dipahami. Diantaranya, hak Allah (Swt): wajib, mustahil, dan jaiz (berwenang). Lalu hak para rasul, apa yang wajib, mustahil, dan jaiz bagirnereka.

Setelah kita mengenal Allah dan Rasul-Nya, kita meyakini apa yang disampaikannya. Seperti rukun Islam, yaitu membaca syahadat, mengerjakan shalat, melaksanakan puasa, berzakat bagi yang cukup syaratnya, serta naik haji baga y ng mampu. Begitu juga kita mengetahui rukun iman, serta beberapa tuntunan Islam seperti shalat, wudhu', dan lainnya. Namun Anda harus bisa membedakan, orang yang menempuh jalan kepada Allah dengan sendirian, tentu tidak sama dengan orang yang menempuh jalan kepada Allah bersama-sama, yaitu melalui seorang mursyid. Kalau kita mau menuju Mekkah, sebagai satu contoh, seseorang yang belum mengenal Makkah al-Mukarramah dan Madinah al-Munawwarah, tentu berbeda dengan orang yang datang kedua tempat tersebut dengan disertai pembimbing ataumursyid.
Orang yang tidak mengenal sama sekali kedua tempat itu, karena meyakini berdasarkan informasi dan kemampuannya, sah-sah saja. Namun orang yang disertai mursyid
akan lebih runtut dan sempurna, karena si pemimbing tadi sudah berpengalaman dan akan mengantarke rukun zamani, sumur zamzam, makam Ibrahim, dan lainnya Meski seseorang itu sudah sampai di Ka'bah, namun kalau tidak tahu rukun zamani, dia tidak akan mampu untuk memulai tawaf karena tidak tahu bagaimana memulainya itulah perbedaannya.

Wallahu a`lam
Continue reading →
Rabu, 26 Februari 2014

Apabila Cahaya Yakin Telah Bersinar

0 komentar

Al Hikam : Apabila Cahaya Yakin Telah Bersinar
=======================
Sebagaimana dimaklumi, bahwa bersahabat dengan orang-orang baik dalam agama di mana kita dapat menjadi orang baik pula, karena persahabatan itu
berarti pada hakikatnya kita bersahabat dengan Allah s.w.t. Demikian pula melihat Wali Allah, pada hakikatnya kita melihat Allah, sebab Wali-waliNya itu tidak ada sesuatu dalam hati mereka terikat dan bergantung kepada selain Alah. Dengan demikian, maka bercahayalah hati kita dengan cahaya yakin terhadap ajaran agama, dan segala tuntunan-tuntunannya. Dan bagaimanakah akibat daripada cahaya yakin dalam hati apabila telahbersinar cahaya tersebut?

Dalam hal ini, yang Mulia Al-Imam Ibnu Athaillah Askandary telah menerangkan hal keadaan tersebut dalam rumusan Kalam Hikmahnya sebagai berikut:

"Jikalau cahaya yakin telah bersinar buat anda, pastilah anda melihat akhirat lebih dekat kepada anda dari anda berjalan kepada akhirat itu. Dan pastilah (pula) anda melihat kebaikan-kebaikan dunia di mana sungguh telah kelihatan perubahan kehancuran atas kebaikan-kebaikan tersebut."

Kalam Hikmah ini keterangannya sebagai berikut : "Ilmu yang tidak didesak-desak oleh waham tidak dicampuri oleh keraguan dan tidak disertai oleh kehancuran. Jadi arti yakin ialah ilmu (pengetahuan) yang telah mantap sedemikian rupa sehingga kita tidak ragu-ragu lagi dan tiak pula dicampuri oleh hal-hal yang tiak bersifat kepastian.

Ilmu yang tersebut itu ialah ilmu mengenai ketuhanan Allah s.w.t. baik tentang DzatNya maupun tentang sifat-sifatNya. Demikian juga ilmu yang berupa wahyu yang telah disampaikanNya kepada Rasul-rasulNya melalui Malaikat dan kitab-kitab suciNya. Ilmu itu apabila cahaya bathin telah bersinar sedemikian rupa, maka ia akan membawa efek-efek kebajikan lahiriah dan bathiniah.

Efek-efek kebajikan pada lahiriah, maksudnya kelihatan berbekas cahaya itu atas tindak-tanduk anggota-angota tubuhnya yang lain. Pada waktu itu timbullah kegemarannya kepada akhirat dan telah kurang perhatiannya kepada dunia yang sama sekali tak ada hubungannya dengan kerohanian dan keagamaan.

Terdoronglah hatinya kepada Allah dan rindullah perasaanya untuk dapat melihat hakikat jombangnya Allah, disamping hatinya pula tenang dan tenteram dangan merendah di bawah keagungan dan kebesarannya Allah s.w.t. Bersegeralah dia menuntut keridhaanNya dan mencapai segala sesuatu yang dicintaiNya. Lidahnya bergerak menyebut Allah, hatinya penuh dengan berfikir pada kebesaran dan keagunganNya . Demikian juga rohnya haus untuk mendekat dengan Allah, di samping mabuk karena minum 'air cinta kasihNya'. Pada waktu itulah dia tenggelam dalam melihat bagaimana dekatnya dia dengan Allah s.w.t. Inilah tanda-tanda apabila cahaya yakin dalam hati telah bersinar sedemikian rupa, sehingga mengakibatkan negeri akhirat dengan segala
ihwalnya lebih dekat kepada perasaanya, padahal akhirat itu masih jauh sebab
dia dalam perjalanan. Inilah yang dimaksud dengan firman Allah dengan kitab
suci Al-Quran:

"Sesungguhnya apa yang dijanjikan kepadamu pasti datang. Dan kamu sekali-kali tidak sanggup menolongnya." (Al_An'am:134)

Dan untuk pengertian itulah penyair ahli Tasawuf telah bersyair sebagai berikut:

"Janganlah anda rela memberikan cinta kepada selain Allah
Tetapi jadilah selamnya dimabuk rindu nestapa
Anda melihat sesuatu yang ghaib terang dan nyata
Anda beruntung sebab berhubung bertemu rasa"

Demikianlah apabila hati dan perasaan telah dipenuhi dengan cahaya yakin, yang berarti itulah cahaya iman.

kalaulah demikian maka kerinduan dan cinta itu mengakibatkan segala sesuatu yang jauh dalam kenyataan adalah dekat dalam perasaaan. Negeri akhirat adalah jauh, sebab harus menempuh sisa hidup, transisi kubur sebagai alam barzakh dan berkumpulnya manusia di hari kiamat. Teatapi hati para Wali
Allah menganggap semuanya itu adalah dekat dan selalu terlihat dalam ruang
matanya.

Demikian juga dunia sebagai ciptaan Allah di mana didalam dunia kita lihat secara lahir adanya keindahan yang bersifat alami atau keindahan yang dibuat oleh tangan manusia. Tetapi terhadap para Auliya' Allah tiada melihat lahiriahnya tetapi melihat hakikatnya. Mereka melihat bahwa dunia tidak akan kekal . Mereka melihat kegelapan dan kekacauan penuh berleluasa di mana-mana. Mereka melihat bahwa semuanya itu hanya membosankan mereka. Itulah yang menyebabkan ghairah hati dalam dada, mundur teratur melihat kerendahan-kerendahannya.

Sabda Rasulullah s.a.w.: " Bahwasanya cahaya iman apabila telah masuk ke dalam hati terbukalah dada seseorang dan lapanglah dadanya itu. Ditanyakan kepada Nabi, Wahai Rasulullah! Adakah sebagian dari tanda-tandanya untuk itu yang dapat dikenal? Nabi menjawab: Ada. (Tandanya ialah); renggang hatinya dari dunia sebagai kampung tempat tipuan, dan kembali hatinya condong kepada negeri yang kekal dan bersiap-siap untuk (bekalan) mati sebelum datangnya."

Kesimpulan :

Yakin apabila telah mantap dalam hati, maka hati akan melihat segala-galanya untuk kepentingan agama dan akhirat, dan segala hijab antara hatinya dan antara kepentingan agama dan akhirat akan hancur berantakan. Pada waktu itu terang benderanglah jalan yang dituju dan sampailah ia kepada tujuan utama yang hakiki. Ke arah itulah tujuan para Nabi dan para Rasul dan sekalian hamba-hamba Allah yang shaleh.

Ya Allah! Engkau kurniakanlah kepada kami hakikat yakin dan kemantapan makrifat kepadaMu. Engkau sinarkanlah yakin itu dalam hati kami sehingga tertunjuklah segala anggota badaniah kami lahir dan bathin menuju kepadaMu, ya Allah!.

Wallahu a`lam
Continue reading →

Alam Mitsal

0 komentar

Apa Itu Alam Mitsal?
Prof Dr Nasaruddin Umar
------------------------
“Seandainya bukan karena setan menyelimuti jiwa anak cucu Adam, niscaya mereka menyaksikan malaikat di langit.” (HR Ahmad).

(*Dalam redaksi yang lain “Seandainya setan-setan itu tidak mengelilingi qolbu anak Adam, niscaya mereka dapat memandang ke alam malakut langit).

Suatu ketika, Nabi Muhammad SAW bersama Abu Bakar melewati sebuah pemakaman. Tiba-tiba, Nabi tersentak dan berhenti di salah satu makam. Abu Bakar bertanya, mengapa mereka berdua harus berhenti di makam itu. “Apakah engkau tak mendengar mayat ini merintih kesakitan disiksa lantaran tak bersih saat ia buang air?” tanya Rosul.

Abu Bakar (*kemungkinan) sama sekali tidak mendengar suara itu. Lalu, Nabi mengambil setangkai pohon dan ditancapkannya di atas makam serta menjelaskan sepanjang tangkai itu masih segar, selama itu pula siksaan orang di bawah makam tersebut diringankan.

Dalam kesempatan lain, Ibnu Katsir dan beberapa kitab tafsir lainnya menceritakan seorang pemuda pedalaman (a’robi) berjalan kaki selama tiga hari tiga malam untuk menjumpai Nabi sebab ia merasa telah melakukan dosa besar :

Pada Senin, ia meninggalkan desanya dan baru sampai di rumah Rosululloh pada Rabu. Saat ia sampai di rumah Nabi yang terhubung dengan masjid, pemuda itu menjumpai kenyataan bahwa banyak orang sedang bersedih. Ia heran dan bertanya apa yang sebenarnya terjadi. Salah seorang sahabat menjelaskan, Nabi baru saja dimakamkan setelah ia wafat hari Senin, tiga hari lalu. Mendengar berita itu, si pemuda menangis histeris dan tidak ada yang berhasil menghentikannya. Si pemuda menjelaskan kalau ia baru saja melakukan dosa besar kemudian datang berjalan kaki dari jauh untuk menemui Rosululloh karena terdorong oleh satu ayat yang memberinya harapan.

“Dan Kami tidak mengutus seorang Rosul, melainkan untuk ditaati dengan izin Alloh. Dan sungguh, sekiranya mereka telah menzholimi dirinya sendiri datang kepadamu (Muhammad), lalu memohon ampun kepada Alloh dan Rosul pun memohonkan ampunan untuk mereka, niscaya mereka mendapat Alloh Maha Penerima tobat, Maha Penyayang.” (QS an-Nisa/4:60).

Si pemuda berharap Rosululloh mau memintakan maaf kepada Alloh atas dosa besarnya sebagaimana isyarat ayat ini. Namun, Rosululloh sudah wafat, inilah yang membuat pemuda tersebut terus meratap. Menjelang subuh, penjaga makam Rosululloh didatangi Rosululloh dan mengatakan: “Fabasysyirhu annalloha qod ghofaro lahu (gembirakanlah pemuda itu karena Alloh sudah mengampuninya).” Setelah mendengar penjelasan itu, si pemuda langsung berhenti menangis. Ia yakin apa yang disampaikan penjaga makam benar-benar pernyataan Rosululloh. Sebab, ia bersandar pada hadits shohih, “Barang siapa bermimpi melihat aku, akulah yang sesungguhnya dilihat. Satu-satunya wajah yang tak bisa dipalsu iblis hanya wajahku.”

Pertanyaan yang mengemuka di sini adalah bagaimana Rosululloh bisa mendengarkan ratap tangis di sebuah makam, sedangkan orang lain tidak bisa mendengarnya?

Bagaimana pula Nabi bisa memahami kalau ada pemuda meratapi dosa besar di dekat makamnya dan menjamin kalau dosa pemuda itu diampuni Alloh SWT ?

Kekuatan apa yang dimiliki Nabi sehingga bisa mendengarkan dan memahami sesuatu yang menurut orang lain itu wilayah alam ghoib?

Apakah hanya Nabi yang dapat mengakses alam ghoib?

Dalam ilmu tasawuf, fenomena-fenomena yang dialami Nabi dapat dijelaskan.

Ketika seseorang mampu membuka tabir yang menghijab dirinya, dia bisa menembus masuk ke dalam suatu alam yang disebut dengan alam mitsal (istilah Ibnu ‘Arobi) atau alam khayal (istilah Al-Ghozali), yang diterjemahkan oleh William C Chittick dengan The Imaginal Worlds.

Alam mitsal biasa juga disebut dengan alam antara (barzakh) karena berada di antara `lam syahadah mutlak dan alam ghoib.Ini menunjukkan bahwa alam barzakh bukan hanya alamnya orang yang sudah wafat, melainkan juga dapat diakses orang-orang yang masih hidup, tetapi diberi kekhususan oleh Alloh.

Dengan kata lain, tidak mesti harus menunggu kematian untuk mengakses alam barzakh.

Alam mitsal adalah alam spiritual murni, tetapi masih bisa bertransformasi ke alam syahadah.

Orang-orang yang diberi kemampuan memasuki alam ini memiliki kekhususan untuk mengaktifkan indra-indra spiritualnya sehingga mereka mampu berkomunikasi secara spiritual dengan alam-alam lain, termasuk dunia lain. Mereka bisa berkomunikasi interaktif dengan arwah yang meninggal jauh sebelumnya. Mereka pun dapat berkomunikasi dengan malaikat dan jin, termasuk dengan benda-benda alam, tumbuh-tumbuhan, dan hewan.

Ingat, tidak ada ‘benda mati’ dalam kamus Tuhan. Semua bisa bertasbih, “Tetapi, kita yang tidak mampu memahami tasbih mereka (wa lakin la ta’lamuna tasbihahum),” demikian penegasan Alloh.

Pengalaman ini banyak ditunjukkan di dalam Alquran dan hadits seperti peristiwa

Nabi Khidir yang diberi ilmu ladunni (min ladunni ‘ilman) dalam Suroh al-Kahfi. Dengan ilmunya itu, ia memahami masa depan anak kecil yang dibunuhnya. Nabi Sulaiman bisa berkomunikasi dengan malaikat, jin, burung-burung, ikan, dan angin.

Nabi Muhammad dalam beberapa hadits dijelaskan berdialog dengan binatang (unta dan kijang), berdialog dengan mimbar tua, dan berkomunikasi dengan nabi-nabi yang hidup jauh (*di masa) sebelumnya. Nabi secara intensif berkomunikasi dengan Jibril dan malaikat-malaikat lainnya.

Dalam literatur tasawuf, ternyata bukan hanya para nabi yang dapat mengakses alam barzakh dengan alam mitsalnya. Para wali (auliya’) dan orang-orang pilihan Tuhan pun melakukannya. Kitab Jami’ Karomatal-Auliya’ karya Syekh Yusuf bin Isma’il al-Nabhani (2 jilid) mengungkap sekitar 695 nama berkemampuan mengakses alam mitsal.

Hal itu ditandai dengan kemampuan mereka melakukan sesuatu yang bisa disebut dengan ‘perbuatan luar biasa’ (khoriq lil-’adah) atau karomah. Ternyata, banyak sekali di antara mereka yang dapat berkomunikasi aktif dengan Rosululloh, antara lain, Imam Al-Ghozali dan Ibnu ‘Arobi.

Jika Alloh menghendaki, Dia memberi kemampuan kepada kekasih-Nya mengakses alam terjauh sekalipun, seperti dijelaskan dalam firman-Nya, “(Dialah) yang Maha Tinggi derajat-Nya, yang memilki ‘Arasy, yang menurunkan wahyu dengan perintah-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya agar memperingatkan (manusia) tentang hari pertemuan (hari kiamat).” (Q.S. al-Mu’min/40:15).

Alam mitsal merupakan dambaan para pencari Tuhan (salik/murid). Namun, di sini perlu ditegaskan, jangan ada yang menjadikan alam mitsal sebagai tujuan. Mujahadah dan riyadhoh semata-mata dilakukan untuk memohon ridho Alloh, bukan untuk mencapai karomah atau untuk mengakses alam mitsal.

sumber : Republika
Continue reading →

Alam Malakut

0 komentar

Apa Itu Alam Malakut?
Oleh Prof Dr Nasaruddin Umar
========================
Tingkatan-tingkatan alam dalam dunia tasawuf yaitu alam mulk, Miotsal atau hayal, dan alam barzakh, yang keseluruhannya ternyata akrab dengan manusia. Sementara alam malakut yang lebih di kenal dengan alamnya para malaikat dan jin, merupakan suatu alam yang tingkat kedekatannya dengan alam puncak lebih utama dari pada alam—alam sebelumnya.

Namun, alam malakut masih lebih rendah dari pada alam diatasnya, seperti jabarrut dan al-a’yan al-Tsabitah,. Mulai alam miotsal sampai alam-alam di atasnya tidak bisa di tangkap panca indra dasaratau fisik manusia karena sudah masuk wilayah alam ghaib. Manusia dengan panca indra fisiknya hanya mampu mengobservasi secara fisik alam syahadah mutlak, seperti alam mineral, alam tumbuh-tumbuhan, alam hewan, dan sebagian dari dirinya sendiri.



Alquran mengisyaratkan unsur kejadian manusia ada tiga, yaitu unsur badan atau jasad, unsur nyawa (nafs), da unsur roh (ruh). Dalam Alquran, nyawa dan ruh berbeda. Nyawa dimiliki tumbuh-tumbuhan dan binatang, tetapi unsur roh tidak dimiliki keduanya, bahkan oleh seluruh makhluk Tuhan lainnya. Unsur roh inilah yang membuat para malaikat dan seluruh makhluk lainnya sujud kepada manusia (Adam).
Roh yang merupakan unsur yang ketiga manusia ini menjadi potensi amat dasyat baginya untuk mengakses alam puncak sekalipun. Unsur ketiga inilah yang disebut sebagai ciptaaan khusus (khalqon akhar)di dalam Alquran.

“sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dari suatu sari pati (berasal) dari tanah. Kemudian, kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian, air mani itu kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan tulang belulang, lalu tulang-belulang itu kami bungkus dengan daging. Kemudian, kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Suci Allah, pencipta Yang paling baik”.(QS al-mukmin [23]:12-14).
Kata ansya’nahu khalqan akhar dalam ayat di atas, menurut para mufasir, maksudnya adalah unsur rohani setelah unsur jasad dan nyawa (nafs). Hal ini sesuai dengan riwayat ibnu Abbas yang menafsirka kata ansya’nahu dengan ja’ala ansya’al ruh fih, atau penciptaan roh kedalam diri adam. Unsur ketiga ini kemudian disebut unsur ruhani, atau lahut atau malakut, yang menjadikan manusia berbeda dengan makhluk biologis lainnya.

Unsur ketiga ini merupakan proses terakhir dan sekailgus penyempurnaan subtansi manusia sebagaimana di tegaskan di dalam beberapa ayat, seperti dalam surah al-Hijr: 28-29. Setelah pencitaan unsur ketiga ini selesai, para makhluk lain termasuk para malaikat dan jin bersujud kepada Adam dan alam raya pun di tundukkan (taskhir) untuknya. Unsur ketiga ini pulalah yang mendukung kapasitas manusia sebagai khalifah Tuhan di bumi (QS al-An’am [6]: 165) disamping sebagai hamba (QA al Zariat [51]:56).
Meskipun memiliki unsur ketiga, manusia akan tetap menjadi satu-satunya makhluk eksistensialis karena hanya makhluk ini yang bisa turun naik derajatnya di sisi Tuhan. Sekalipun manusia ciptaan terbaik (ahsan taqwim/QS at-tin [95]:4), ia tidak mustahil akan turun kederajat paling rendah (asfala sa-filin)/Qs At-Tin [95]:5), bahkan bisa lebih rendah dari pada binatang ( Qs –al A’raf [7]:179).
Eksistensi kesempurnaan manusia dapat di capai manakala ia mampu menyinergikan secara seimbang potensi berbagai kecerdasan yang di milikinya. Seperti orang sering menyebutnya dengan kecerdasan unsur jasad (IQ), kecerdasan nafsni EQ), dan kecerdasan ruhani (SQ). Tidak semua aspek manusia itu dapat dipahami secara ilmiyah dan terukur oleh kekuatan panca indra manusia. Karena memang unsur manusia memiliki unsur berlapis-lapis.

Dari lapis mineral tubuh kasar sampai kepada roh (unsur Lahut/malakut) yang di install Allah SWT sebagaimana di tegaskan lagi di dalam Alquran, “kemudian apabila telah aku sempurnakan kejadiannya dan aku tiupkan roh-Ku kepadanya, tunduklah kamu dengan bersujud kepadanya. Lalu para malaikat itu bersujud semuanya”.(QS Shad[38]:72-73).
para penghuni alam malakut terdiri atas para jin dan malaikat, termasuk iblis. Alam ini tidak bisa di akses dengan panca indra atau kekuatan-kekuatan fisik manusia. Alam ini hanya bisa di akses manusia jika mereka mampu menggunakan potensi lahut dan malakut yang dimilikinya. Hubungan interaktif antara para penghuni alam dimungkinkan, mengingat berbagai alam itu sama-sama ciptaan Allah SWT.
Manusia sebagai makhluk utama memiliki kemampuan untuk itu karena kedahsyatan unsur ketiga tadi. Jika kita merujuk kepada pendapat Syekh Abdul qodir Jailani yang membagi Roh itu dalam empat tingkatan, semakin mudah kita memahami kemungkinan itu. Menurut Syekh Abdul Qodir Jailani dalam kitabnya sirr al – asrar, roh itu memiliki empat tingkatan.

Tingkatan itu adalah roh jasadi yang berinteraksi dengan alam mulk; roh ruhani yang berinteraksi dengan alam malakut; roh sulthoni yang beriteraksi dengan alam jabarut; dan roh al quds yang berinteraksi alam lahut. Namun perlu diingatkan di sini kit asebagai hamba tidak boleh terkecoh oleh bayangan keindahan alam-alam di atas manusia.
Jangan sampai kita lengah sehingga seolah-olah pencarian kita bukan lagi tertujuh kepada Ridha Allah semata, melainkan sesudahterkecoh oleh unsur-unsur kekeramatan. Semakin tinggi tigkat pencarian seseorang, semakin tinggi pula unsur pengecohnya, sebagaimana disebutkan dalam hadits Qudsi diatas. “kerjakanlah semuanya dengan semata - mata karena Allah SWT.

sumber: http://gemuruhsepi.blogspot.com/search/label/Apa%20Itu%20Alam%20Malakut%3F
Continue reading →

Labels